8 Juli 2010

Bunga Untukmu

”Aku menginginkannya, dan aku harus memilikinya. Melati itu...dia begitu anggun, menebarkan harum yang mengisyaratkan keindahan sukmanya. Aku terpikat, dan aku ingin dia yang tumbuh di taman hatiku.”
”Oya?! Lantas, apa yang engkau lakukan?”
”Aku mendatangi taman tempat melati itu menebarkan wanginya.”
”Lalu?”
”Aku katakan padanya bahwa aku menginginkannya, dan dia bersedia untuk mengisi taman jiwaku. Maka, segala upaya aku lakukan untuk bisa memilikinya, apapun itu.”
”Tidakkah engkau memohon kepada-Nya dengan segenap hatimu agar Ia memberikan yang terbaik untukmu dan melati itu, setelah segala daya kau curahkan?!”
”Waktu itu hatiku hanya menginginkannya, maka aku harus memilikinya. Aku pun sangat yakin bahwa dia akan menjadi milikku. Yang ada dalam benakku saat itu adalah bagaimana agar aku bisa segera menjadikannya melatiku. Dan aku beranggapan bahwa Dia tidak berhak untuk ikut campur dalam urusanku dengan melati. Sekian waktu aku berupaya dan menunggu dengan segala dayaku untuk bisa meraihnya, dan itu membuatku letih, hingga akhirnya akupun terhempas lalu jatuh...”
”Masya Allah...”
”Lalu...aku memutuskan untuk meninggalkan melati itu, meski sakit yang aku rasa, sungguh...bahkan nyeri itu masih terasa hingga kini. Namun, aku menyadari kini, bahwa Sang Pemilik jiwa ini lebih berhak atas diriku dan melati. Yah...mungkin...melati itu...keindahannya memang tak pantas untuk kumiliki...”
”Ah, seandainya engkau menyadari hal itu sejak dahulu, bahwa hanya Dia yang berhak atas dirimu dan melati itu, mungkin engkau tak perlu terluka dan sakit, mungkin engkau tak akan terhempas dan jatuh.”
”Ya...aku memang salah...”
”Ah, sudahlah...lupakan...agar luka itu tak semakin berdarah...”
”Dan, ketika aku tersudut lemah tak berdaya karena kecewa yang sebabkan luka, tiba-tiba saja hadir sang mawar yang mampu mengembalikan binar harapan di jiwaku, saat yang lain menjauh dan tak peduli lagi dengan perasaanku. Aku terpesona olehnya...”
”Lantas?”
”Akupun menginginkannya...”
”Begitu mudahnya engkau terpesona pada bunga-bunga?!”
”Kamu tidak tau, bahwa butuh waktu yang lama bagiku untuk melupakan melati hingga membuatku nyaris meninggalkan segalanya. Dan dalam keletihan jiwaku, mawar hadir menawarkan ketulusan. Salahkah jika pada akhirnya aku memutuskan untuk merajut asa bersamanya?!”
”Tidak, engkau tidak salah. Kalau begitu, segeralah engkau petik mawar itu dengan cara yang benar, agar kelopaknya tidak tergores dan luka.”
”Tapi...”
”Apa?”
”Apakan dia bersedia menerimaku?”
“Engkau sudah mencobanya?”
“Belum.”
”Kenapa?”
“Aku belum cukup berani.”
“Kalau begitu, lupakan mawar.”
“Maksudmu?”
“Engkau ingin memetik mawar tetapi engkau takut tergores oleh durinya?!”
“Entahlah...”
“Lalu apa yang akan kamu lakukan?! Menyimpan bayangnya di dalam ruang imajimu saja?! Memikat mawar bukan dengan kata-kata indahmu yang hanya memberikan harapan semu, tapi dengan keberanianmu untuk datang kepadanya dan mengungkapkan isi hatimu, menyatakan kesungguhanmu untuk menjadikannya penghias rumah jiwamu. Namun, kamu pun juga harus siap untuk tergores oleh durinya, perih memang, tapi bukankan cinta memang harus diperjuangkan, dan itu butuh pengorbanan bukan?!”
”Mmm...baiklah, akan aku coba untuk menjemput asa itu. Oya, doa-kan ya, semoga kali ini berjalan dengan baik.”
”Insya Allah... Tapi perlu kamu ingat, bahwa ada Dia yang berhak atas dirimu. Silahkan engkau berencana dan berupaya, mencoba mewujudkan segala asa. Namun, campur tangan-Nya selalu ada dalam setiap episode hidupmu. Maka, libatkanlah Dia dalam setiap hembusan nafasmu, karena hanya Dia yang lebih tau apakah setiap yang engkau inginkan itu menjadi yang terbaik atau bukan, untuk hidup yang engkau jalani. Pahami itu...”
”Ya, aku mencoba memahami itu...”
“Engkau pun juga harus memahami ini, bahwa jika engkau sudah mengerahkan segala daya untuk menyunting sang mawar namun ternyata dia memang bukan untukmu, jangan pernah merasa tak ada lagi asa dan jangan lagi terluka. Bukalah jendela di sanubarimu, maka akan kau lihat hamparan beraneka bunga yang begitu indah, dan engkau pun bisa memilih, bunga mana yang akan kau petik dengan segenap cinta atas nama cinta-Nya. Tetapi yang pasti, yakinlah bahwa Dia telah memilihkan bunga terindah untuk menghiasi taman hatimu, pada saat-Nya nanti…”
“Baiklah…”



untuk seorang sahabat : "jangan ngeyel sama Allah, tapi yakinkan hatimu bahwa Allah sedang menyiapkan skenario-Nya yang jauh lebih indah dari apa yang engkau inginkan.....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar