19 Juli 2010

Cinta dan Perkawinan

Suatu hari Plato bertanya kepada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?” Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah kamu dan tidak boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu ranting saja. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, itu artinya kamu telah menemukan cinta.”

Lalu Plato pun berjalan, dan tidak berapa lama dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun. Gurunya kemudian bertanya, ”Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?” Plato menjawab, ”Aku hanya boleh membawa satu saja dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku telah menemukan ranting yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat aku melanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru aku menyadari bahwasanya ranting-ranting yang aku temukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya.”
Gurunya kemudian berkata, ”Jadi, ya itulah CINTA.”

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi kepada gurunya, ”Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?” Gurunya pun menjawab, ”Ada hutan yang subur di depan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (berbalik) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan.”
Lalu Plato berjalan ke dalam hutan. Beberapa waktu kemudian dia kembali kepada gurunya.

”Sebab, berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi di kesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan aku rasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi aku putuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya.”
Gurunya pun menjawab, ”Dan, ya itulah PERKAWINAN.”


”Cinta itu, semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati ketika kamu dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Namun, ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan..... Tidak akan ada sesuatupun yang didapat dan tidak dapat pula dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Maka, terimalah cinta apa adanya.....”

”Perkawinan adalah kelanjutan dari cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan. Ketika kamu mencari yang terbaik menurutmu di antara pilihan yang ada, maka itu akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya. Ketika kesempurnaan ingin kamu dapatkan, maka sia-sialah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.....”


Demikian Sang Guru mengakhiri kata-kata bijaknya kepada Plato.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar